PRAKTIKUM VII
A.
Judul : Genetika Mendel
B.
Tujuan :
1. Mendefenisikan
istilah gen, lokus, genotif, fenotif, genom, dominan, dan resesif.
2. Menyusun
persilangan dengan satu sifat beda (monohibrid).
3. Menyusun
persilangan dengan dua sifat beda (dihibrid).
C.
Dasar Teori
Ilmu
yang mempelajari tentang mekanisme pewarisan sifat dari induk kepada
keturunanya di sebut ilmu genetika (berasal dari bahasa latin yaitu Genos
= asal-usul). Pengetahuan tentang adanya sifat menurun pada makhluk hidup
sebenarnya sudah lama berkembang hanya belum di pelajari secara sistematis.
Penelitian mengenai pola-pola penurunan sifat baru di ketahui pada abad ke- 19
oleh Gregor Mendel.
Mendel
melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang ercis (Pisum sativum). Dari
percobaan yang di lakukannya selama bertahun-tahun tersebut, Mendel berhasil
menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat, yang kemudian menjadi
landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu
pengetahuan. Berkat
karyanya inilah, Mendel
di akui sebagai bapak genetika. Mendel memilih kacang
ercis sebagai bahan percobaan karena tanaman
kacang ercis (Pisum sativum) memiliki sifat-sifat yang
baik seperti:
1. Tanaman ini memilki 7
sifat dengan perbedaan yang menyolok dan dapat dipelajari satu demi satu.
2. Memiliki
pasangan-pasangan sifat yang menyolok.
3. Memiliki reproduksi yang
sempurna artinya dalam satu bunga terdapat alat reproduksi jantan (benang sari) dan alat
reproduksi betina (putik) dalam satu bunga.
4. Memiliki siklus pendek atau cepat berbuah dan dan berumur pendek.
5. Memiliki jumlah
keturunan yang banyak
6. Mudah dalam melakukan percobaan karena ercis
memiliki struktur atau alat
reproduksi yanga mudah di control, dapat di lakukan penyilangan dan baster
membiaknya dengan mudah.
1. Hukum Dominan
Pada pewarisan
sifat dengan satu sifat beda (Monohibrid) Mendel menyilangkan
tanaman ercis yang berbiji bulat dengan berbiji kisut. Pada generasi pertama (F1) sesudah biji-bijinya
di tanam ternyata semua bijinya berbentuk bulat. Akan tetapi, bila tanaman F1 dibiarkan menyerbuk
sendiri kemudian biji-biji yang di hasilkan ditanam kembali ternyata pada F2
ada yang berbiji bulat dan ada yang berbiji kisut. Sifat yang menutupi
dalam hal ini sifat bulat di sebut sifat yang dominan, sedangkan yang
tertutupi yaitu sifat yang disebut resesif.
2. Sifat intermediet
Ternyata hukum dominan tidak berlaku
untuk semua sifat. Sebagai
contoh persilangan antara Mirabilis
jalapa yang berbunga merah (MM) dengan yang berbunga putih (mm). Pada keturunannya yang pertama (F1) berbunga
merah muda jadi warna merah tidak menutupi warna putih. Bila tanaman F1
ini di biarkan menyerbuk sendiri atau sesamanya maka pada F2 diperoleh tanaman yang
berbunga merah, merah
muda dan putih dengan
perbandingan 1 : 2 : 1.
3. Mekanisme segregasi
Mekanisme pemisahan gen sealel pada pewarisan sifat dengan satu
tanda beda (monohibrid), dapat kita pahami jika dimisalkan tanaman ercis
yang berbiji bulat memiliki alel BB sedangkan yang berbiji kisut memiliki alel
bb. Pada saat pembentukan gamet (gametogenesis), dari tanaman ercis yang beralel BB
menghasilkan gamet B, sedangkan
dari tanaman ercis beralel bb menghasilkan gamet b (meiosis). Pada
proses pembentukan gamet F1 (proses gametogenesis)
dari sel induk gamet Bb terbentuk dua macam gamet yang jumlahnya sama banyak
yaitu :
50% gamet B dan 50% gamet b, ini
terjadi pada putik maupun serbuk sari. Akibatnya pada F2
ratio fenotip yang bulat dengan kisut 3 : 1 sedangkan ratio
genotipnya : 1 BB : 2 Bb : 1 bb. Munculnya
sifat keriput pada F2 ini menunjukan bahwa alel B tidak
berkontaminasi dengan alel b walaupun bersatu terapi dapat memisah pada saat
pembentukan gamet.
4. Hukum berpasangan
secara bebas
Hukum pengelompokan gen secara bebas
dalam bahasa inggris di sebut “Independent
Assortmen of gen”. Hukum
ini berbunyi: “Pada pembastaran dua
induk yang memiliki dua macam ciri (sifat) atau lebih, penurunan satu pasang
faktor bebas memilih dari
pasangan lainnya. Dalam
teori pewarisan sifat menurut mendel di kenal adanya macam-macam persilangan, dua di antaranya yaitu
persilangan monohibrid dan dihibrid.
a. Persilangan
Monohibrid
Persilangan monohibrid merupakan
persilangan antara dua spesies yang sama dengan satu sifat beda.Persilangan monohibrid
ini sangat berkaitan dengan hukum Mendel
I atau hukum segregasi.Beberapa
tentang perkawinan monohybrid:
1)
Semua
individu F1
adalah seragam.
2)
Jika
dominasi tampak sepenuhnya, maka
individu F1
memiliki fenotipe seperti induknya yang dominan.
3)
Pada
waktu F1
yang heterozigot membentuk gamet-gamet, terjadilah pemisahan
alel, sehingga gamet hanya
mempunyai salah satu alel saja.
4)
Jika
nominasi nampak sepenuhnya, maka
perkawinan monohibrid
menghasilkan keturunan dengan perbandingan 3 : 1.
b. Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid merupakan
persilangan dengan dua sifat beda. Hukum
ini berlaku ketika pembentukan gamet, dimana gen sealel sacara bebas pergi ke
masing-masing kutub ketika meiosis
terjadi. Mendel
menggunakan kacang ercis yang dihibrid, yang bijinya terdapat
dua sifat beda yaitu bentuk dan warna biji. B untuk biji bulat, b untuk biji kisut, K
untuk warna kuning dan k untuk warna hijau Jika
tanaman ercis biji bulat kuning homozigo t(BBKK) di silangkan
dengan biji kisut hijau (bbkk),
maka semua tanaman F1
berbiji bulat kuning.
Akibatnya
keturunan F2 di hasilkan 16 kombinasi yang terdiri dari empat macam
fenotipe, yaitu
9/16 bulat kuning, 3/16
bulat hijau, 3/16
kisut kuning, 1/6
kisut hijau. Dua
di antara fenotipe itu serupa dengan induknya semula dan dua lainnya merupakan
variasi baru dengan perbandingannya
yaitu 9:3:3:1.
D. Alat dan Bahan
1. Wadah
2 buah
2. Kancing
genetika
E. Cara Kerja
1. Menyediakan
model gen masing-masing 20 buah, lalu menandai wadah yang satu dengan huruf A
dan lainya dengan huruf B.
2. Memasukan
ke dalam wadah A dan wadah B, masing-masing 10 buah model gen kemudian
dikocok-kocok selama beberapa menit agar kedua gen tercampur.
3. Dengan
mata tertutup mengambil secara serentak
model gen dari wadah berulang kali sampai habis.
F. Hasil
Pengamatan
Tabel 1. Persilangan
Monohibrid
Fenotip
|
Genotip
|
Jumlah Pengambilan
|
Merah
|
MM,
Mm
|
8
|
Putih
|
mm
|
2
|
Tabel
2. Persilangan Dihibrid
Fenotip
|
Genotip
|
Jumlah Pengambilan
|
Merah
Bulat
|
MMHH,
MmHh
|
8
|
Putih
Kisut
|
mmhh
|
2
|
G. Pembahasan
1. Persilangan Monohibrid
Persilangan monohibrid merupakan persilangan antara dua spesies yang sama dengan satu
sifat beda. Persilangan
monohibrid ini sangat berkaitan dengan hukum Mendel I atau hukum segregasi. Mendel pertama kali mengetahui sifat monohibrid pada saat melakukan percobaan persilangan
pada kacang ercis,sehingga sampai saat ini di dalam persilangan monohibrid selalu berlaku hukum mendel I. Hukum Mendel I berlaku pada gametogenesis F1 X F1 itu
memiliki genotype heterozigot. Gen yang terletak dalam lokus yang sama pada kromosom,pada waktu
gametogenesis gen sealel akan terpisah,masing-masing pergi ke satu gamet. Untuk lebih jelasnya lihat persilangan monohibrid dibawah ini.
P : Bunga Merah >< Bunga
Putih
(MM)
(mm)
G :
M
m
F1 : Mm
(Merah)
P2 : Mm >< Mm
(Merah) (Merah)
G : M, m M, m
F2 : MM
Mm
Mm
mm
Rasio
Genotip : MM : Mm : mm
1 : 2 : 1
Rasio
Fenotip : Merah : Putih
3 : 1
Berdasarkan
hasil percobaan yang dilakukan, untuk pengambilan 10 kali kancing genetika
diperoleh data yaitu untuk warna Merah-Merah sebanyak 5 kali, Merah-Putih
sebanyak 3 kali, dan Putih-Putih sebanyak 2 kali. Dari data tersebut dapat
diketahui rasio fenotipnya yaitu 8 : 2. Tetapi perlu diketahui juga bahwa nilai
8 yang diperoleh di atas tidak hanya berupa gen merah-merah, tetapi terdapat juga
gen merah-putih. Hal ini disebabkan karena gen merah bersifat homozigot dominan
sehingga menutupi gen putih yang bersifat homozigot resesif. Sedangkan pada
nilai 2 tidak terdapat gen yang bersifat homozigot dominan, sehingga dihasilkan
gen yang bersifat homozigot resesif.
Dari
rasio tersebut, untuk membuktikan jika perbandingannya sama sesuai dengan
percobaan yang dilakukan oleh Mendel maka dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
Dari perhitungan tersebut dengan
melihat nilai yang terdekat dapat diketahui bahwa rasio yang dihasilkan yaitu 3
: 1. Dengan demikian percobaan yang dilakukan sama dengan teori yang
dikemukakan oleh Mendel.
2. Persilangan Dihbrid
Pada percobaan mengenai persilangan
dihibrid (dua sifat beda). Misalnya tanaman kapri berwarna merah berbiji bulat
disilangkan dengan tanaman kapri warna putih berbiji kisut. Merah bulat
bersifat dominan dengan genotip MMHH dan menutupi putih kisut yang bersifat
resesif dengan genotip mmhh. Gamet induk
betina yang terbentuk adalah MH sementara gamet induk jantannya adalah mh.
Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan genotipe
MmHh (semua sama).
Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan
lagi, maka akan membentuk individu keturunan F2. Hasil individu yang terbentuk
pada tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2 jenis warna: merah
(jika genotipenya MM atau Mm) dan putih (jika genotipenya mm); dan 2 macam
jenis biji : bulat (jika genotipenya HH atau Hh) dan kisut (jika genotipenya
hh. Rasio genotip dari percobaan tersebut yaitu: MMHH : MMHh : MmHH : MmHh :
MMhh : Mmhh : mmHH : mmHh : mmhh adalah
1 : 2 : 2 : 4 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1. Sedangkan rasio fenotipnya Merah
Bulat : Merah Kisut : Putih Bulat : Putih Kisut yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada persilangan
dihibrid di bawah ini:
P : Merah Bulat >< Putih Kisut
(MMHH)
(mmhh)
G : MH mh
F1 : MmHh
(Merah
Bulat)
P2 : MmHh >< MmHh
(Merah
Bulat) (Merah
Bulat)
G : MH, Mh, mH, mh MH, Mh, mH, mh
F2 : MMHH MmHH
MMHh MmHh
MmHH mmHH
MmHh mmHh
MMHh MmHh
MMhh Mmhh
MmHh mmHh
Mmhh mmhh
Rasio
Genotip : MMHH : MMHh : MmHH : MmHh : MMhh : Mmhh
: mmHH : mmHh : mmhh
1
: 2 : 2 : 4 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1
Rasio Fenotip : Merah Bulat
: Merah Kisut : Putih
Bulat : Putih Kisut
9
: 3 : 3 : 1
Berdasarkan
hasil percobaan yang dilakukan, untuk pengambilan 10 kali kancing genetika
diperoleh data yaitu untuk Merah Bulat sebanyak 8 kali, dan putih kisut
sebanyak 2 kali. Dari data tersebut dapat diketahui rasio fenotipnya yaitu 8 :
2. Dari rasio tersebut, untuk membuktikan jika perbandingannya sama sesuai
dengan percobaan yang dilakukan oleh Mendel maka dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
Dari perhitungan
tersebut dengan melihat nilai yang terdekat dapat diketahui bahwa rasio yang
dihasilkan yaitu 13 : 3. Dengan demikian dapat diketahui bahwa telah terjadi
kesalahan pada saat persilangan. Sehingga terjadi penyimpangan semu hukum
mendel. Dilihat dari perbandingannya, penyimpangan yang terjadi pada
persilangan diatas yaitu epistasis dominan resesif.
Epistasis
dominan resesif adalah penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat dua gen
dominan yang jika bersama-sama pengaruhnya akan menghambat pengaruh salah satu
gen dominan tersebut. Contoh peristiwa epistasis
dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam ras. Dalam hal ini
terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, I yang tidak
menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan
pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan
terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.
Jika keduanya disilangkan maka akan mendapatkan F1 ayam berwarna putih IiCc.
Yang selanjutnya keturunan F2 menghasilkan perbandingan 13 : 3.
H. Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan diatas maka disimpulkan bahwa
pada persilangan monohibrid (satu sifat beda) akan menghasilkan rasio genotip 1
: 2 : 1 sedangkan rasio fenotipnya yaitu 3 : 1 jika merupakan monohibrid yang dominan. Sedangkan pada
persilangan dihibrid akan menghasilkan rasio genotip yaitu 1 : 2 : 2 : 4 : 1 :
2 : 1 : 2 : 1 dan rasio fenotipnya yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Tetapi terkadang pada
persilangan dihibrid akan terjadi penyimpangan semu hukum mendel, diantaranya
yaitu epistasis dominan resesif dengan rasio genotipnya yaitu 13 : 3.
DAFTAR PUSTAKA
Crowder, L.V. 1993. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kimbal, John W. 1987. Biologi Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Pai, Anna. 1992. Dasar-Dasar Genetika (terjemahan Muchidin Apandi). Jakarta: Erlangga.
Team Teaching.
2012. Penuntun Praktikum Biologi Umum.Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.
Yatim, Wildan. 1996.
Genetika. Bandung: TARSITO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar